Daftar Isi



Jakarta, CNN Indonesia

Sebuah video viral yang beredar di media sosial menampilkan dugaan penggerudukan warga terhadap sekelompok mahasiswa yang melakukan ibadah Doa Rosario di Tangerang Selatan, Banten, akhir pekan lalu.

Kejadian ini turut diunggah salah satu akun media sosial X @KatolikG. Dalam video yang diunggah terlihat aksi keributan yang terjadi di lokasi kejadian.

Polres Tangerang Selatan mengatakan telah mengamankan beberapa warga dalam kasus dugaan pengeroyokan atau penganiayaan terkait penggerudukan mahasiswa yang melakukan ibadah Doa Rosario ini.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ada dua versi cerita mengenai penggerudukan tersebut, baik dari sudut mahasiswa maupun pengurus warga setempat.

Berikut cerita dua versi yang berbeda itu.

Versi mahasiswa

Mahasiswa yang melakukan ibadah Doa Rosario di Tangerang Selatan mengklaim sempat diteriaki kata-kata kasar saat digeruduk warga.

Perwakilan mahasiswa, Legy mengatakan kegiatan doa yang digelar pada Minggu (5/5) malam itu diikuti 15 orang. Legy menjelaskan kegiatan doa juga sudah hampir selesai saat penggerudukan itu terjadi.

Setelah mereka selesai berdoa, kata Legy, Ketua RT setempat mendatangi tempat itu dan mengumpat-umpat meminta tidak melakukan ibadah di sana.

“Pak RT datang duluan, dia ngomongnya keras gitu. Keras, terus warga datang banyak-banyak. Warga yang pakai motor berhenti,” ujar Legy saat ditemui di Kelurahan Babakan, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan, Senin (6/5).

Menurut Legy, Ketua RT tersebut meminta mereka bila ingin beribadah, harus di gereja.

“Pak RT bilang jangan ibadah di sini, ibadah di gereja,” kata dia.

Versi Ketua RW

Sementara itu, Ketua RW 002, Marat mengatakan sebelum akhir pekan lalu, warga sekitar sudah beberapa kali mengeluhkan kegiatan kumpul-kumpul mahasiswa itu kepada pihak RT.

Ia mengaku kurang tahu seberapa sering dan berapa banyak orang yang terlibat dalam kegiatan kumpul itu. Adapun Marat menyebut kegiatan mahasiswa itu ada yang hanya sekedar kumpul, dan ada yang beribadah juga.

“Sejauh yang kemarin-kemarin ini memang sudah dikeluhkan sama warga. Warga sudah ngeluh ke RT. Akhirnya RT bertindak,” kata Marat di Kantor Kelurahan Babakan, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan, Senin (6/5).

Marat mengaku turut hadir di TKP saat telah terjadi perselisihan itu pada akhir pekan lalu. Ia mendapat pengakuan soal warga yang dipukul salah satu mahasiswa di sana lebih dulu.

“Saya datang ke situ ‘Udah udah. Jangan pada emosi’. ‘Bukan begitu, karena saya sudah kena pukul Pak RW. Saya kepukul’. Iya (warga dipukul duluan),” kata Marat menirukan suara warga saat ditemui.

Selain itu, dia mengakui memang ada satu orang warga yang membawa senjata tajam (sajam) berupa pisau dapur pada kejadian itu.

Menurut Marat, sajam itu dibawa secara spontan, bukan sengaja disiapkan.

Selain itu, Marat menegaskan bahwa pihak RT dan RW telah melarang warga untuk membawa sajam.

“Spontan. Karena terdengar ada ribut-ribut, dia bawa sajam, namanya emosi kan, sepintas gitu. Kita sudah melarang. Lagi gaduh. Pihak RT RW sudah melarang [senjata tajam],” ungkap Marat.

Menurut Marat, ada satu orang yang menjadi korban dari kejadian itu.

“Ada satu orang setahu saya yang memang kena. Perempuan,” jelas dia.

Dalam kesempatan itu, Marat menyebut mahasiswa itu tidak izin kepada pemilik kos untuk menggelar kegiatan kumpul-kumpul itu.

Kemenag klaim sudah damai, tapi tak ada perwakilan korban

Setelahnya, Kemenag Tangsel mengklaim perkara penggerebekan mahasiswa yang melakukan Doa Rosario itu sudah damai.

Hal itu disebutkan setelah sejumlah pihak menggelar pertemuan untuk membahas dugaan penggerudukan warga terhadap sekelompok mahasiswa yang menggelar ibadah Doa Rosario. Kegiatan itu digelar di Kantor Kelurahan Babakan, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan, Senin kemarin.

“Kita kumpul, semua aparat berkumpul yang berkepentingan dari RT, RW, lurah, camat, kapolsek, semuanya kita berkumpul,” kata Kasubag TU Kementerian Agama Kota Tangerang Selatan Asep Azis Masser saat ditemui di kantor Kelurahan Babakan, kemarin.

Menurut Asep, keributan serupa baru pertama kali terjadi di lingkungan ini. Ia mengklaim pertemuan itu berbuah perdamaian.

“Kita sudah satu suara, bahwa semua ini kita menjadi damai lagi, kembali hidup berdampingan lagi,” ucapnya.

Pihaknya menilai Doa Rosario merupakan kegiatan yang baik. Namun, juga harus memperhatikan hal-hal lain, seperti etika.

“Kan ini kegiatannya baik sebetulnya, hanya yang tinggal itu masalah nya tenggang rasa, pemilihan jamnya, kegiatan berlangsung, suara diatur sedemikian rupa. Kemudian kita juga harus paham sedekat apa antara lokasi kegiatan di sekitarnya. Dan sekitarnya orang beragama apa? Jadi tenggang rasa ini,” ucapnya.

Asep menegaskan kegiatan doa ini boleh dilanjutkan, asal tidak membuat gaduh. Selain itu, ia menyarankan para mahasiswa itu mencari tempat lain. Namun, hal itu tidak menjadi alasan adanya larangan kegiatan beragama.

“Bukan beragamanya yang dilarang atau yang diangkat. Bukan. Ini etika sosialnya. Makanya harus diperhatikan itu,” kata Asep.

Sementara pegiat agama Katolik, Hesti, menyebut tidak ada korban yang hadir dalam pertemuan itu. Ia pun menyayangkan hal tersebut.

“Secara administrasi, mungkin kita namanya memaafkan ya, memaafkan. Tapi kalau secara hukum, proses hukum tetap berjalan,” kata Hesti diwawancara di lokasi yang sama.

Dihubungi terpisah, Kapolsek Cisauk AKP Dhady Arsya membenarkan ketidakhadiran para mahasiswa dalam pertemuan itu.

“Mahasiswa sudah kami usahakan untuk hadir, tapi sedang UTS jadi tidak bisa hadir. Mereka diwakili oleh FKUB dan Kemenag,” kata Dhady kepada CNNIndonesia.com.

(pop/kid)

[Gambas:Video CNN]





Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *