Jakarta, CNN Indonesia —
Ahli dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Marsudi Wahyu Kisworo mengungkap adanya tiga sumber masalah antara Formulir C Hasil dengan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).
Hal itu disampaikan Marsudi dalam sidang sengketa Pilpres, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (3/4).
Mulanya, Marsudi menjelaskan Sirekap terdiri dari dua hal yaitu Sirekap Mobile dan Web Sirekap.
Sirekap mobile terdapat di dalam ponsel setiap anggota KPPS, digunakan oleh KPPS untuk mengunggah data lewat HP atau telepon seluler. Data yang diunggah kemudian masuk ke Sirekap web.
Sementara itu, Sirekap web adalah sistem untuk merekapitulasi foto C Hasil dari Sirekap Mobile.
Marsudi menjelaskan Sirekap mobile mengambil data dari Formulir C1 Hasil kemudian diunggah. Selanjutnya, hasil tulisan tangan dari Formulir C1 Hasil diproses oleh teknologi Optical Character Recognation (OCR).
Teknologi OCR bertugas untuk membaca data dari formulir C hasil. Teknologi ini baru digunakan oleh KPU.
“Ini merupakan kemajuan dari Situng, kalau Situng dulu angkanya dihitung manual, sehingga bisa timbul kehebohan seolah-olah ada kesengajaan entri yang dinaikkan. Maka teman-teman developer menggunakan secara otomatis tulisan C1discan, diubah menjadi angka,” ujarnya.
Marsudi menilai hal itu lah yang menjadi masalah pertama dalam Sirekap. Apalagi, setiap orang memiliki gaya tulisan tangan yang berbeda. Menurutnya, bisa saja OCR salah membaca tulisan tangan di formulir C Hasil.
“Apalagi ada 822.000 TPS yang orangnya berbeda dan tulis tangannya berbeda, ada yang tulisannya bagus, tapi ada sebagian besar yang tulisannya kurang bagus bahkan jelek, saya sendiri tulisannya jelek,” kata dia.
“Dalam style-nya saja bisa berbeda, ada menulis angka 4 seperti kursi terbalik, ada yang tertutup atasnya, demikian angka lain, 1 ada yang menggunakan topi ada yang tidak,” imbuhnya.
Masalah kedua, Marsudi menyebut Sirekap mobile diinstal di HP KPPS. Padahal, setiap HP memiliki kualitas gambar yang berbeda-beda.
“Ada yang kameranya bagus, ada yang kurang bagus, resolusinya beda. Akibatnya terjadi seperti contoh di atas, formulir C1 bisa beda-beda ada yang kualitasnya jelas, ada yang buram, ada yang kekuning-kuningan, ini dari kamera,” tuturnya.
Terakhir, permasalahan kertas. Marsudi menyebut banyak kertas yang terlipat, sehingga ketika difoto menyebabkan efek yang berbeda-beda.
Sementara itu, dia menyebut OCR bukan manusia yang dapat memperkirakan angka.
“Dari kertasnya sendiri, kita lihat yang kanan itu kertasnya terlipat. Sehingga ketika terlipat ini ini bisa menimbulkan ke saya interpretasi oleh OCR ini, karena OCR ini bukanlah manusia yang bisa memperkirakan, dia hanya patuh kepada training data. Jadi dia diberikan data tulisan tangan angka 1 2 3 dan seterusnya, tapi kalau gambarnya seperti ini jadi masalah,” kata dia.
“Jadi 3 sumber ini kenapa yang bisa menjelaskan ketika ditampilkan di web antara angka dan web itu antara angka dengan C1 bisa berbeda,” imbuhnya.
(yla/isn)